Talak dan Sebabnya

Kohati Semarang
0

 



LATAR BELAKANG

Menurut bahasa, talak berarti melepas tali dan membebaskan. Misalnya, naqah thaliq (unta yang terlepas tanpa ikat). Menurut syara’, melepas tali nikah dengan lafal talak atau sesamanya. Kata talak berasal dari bahasa Arab itlaq, artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah Agama, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan atau rusaknya hubungan perkawinan. Ulama juga menegemukakan talak, talak yakni melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz talak dan sejenisnya. Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan “sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri”. 

Menurut Al-Jaziry talah ialah : Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu. Sedangkan menurut Abu Zakariya Al-Anshari, talak ialah melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya. Dengan demikian talaq ialah lepas atau putusnya hubungan suami istri dalam ikatan pernikahan.

ISI

  1. Talak karena paksaan

Menurut madzhab Hanafi talak suami karena dipaksa tetap sah, karena pada dasarnya orang yang dipaksa memiliki dua pilihan buruk yaitu pertama menceraikan istrinya atau pilihan buruk lainya, namun orang yang dipaksa memilih menceraikan istrinya, sama halnya memerdekakan budak.

Dalam pandangan madzab Hanafi suatu hukum bisa terjadi anatar lain meliputi ,khulu’ paksa, talak paksa,dan memerdekakan budak dengan paksa. Berbeda dengan akad jual beli, apabila ada keterpaksaan dalam jual beli ,makanjual beli tersebut tidak sah. Imam Hanafi dan pengikutnya membedakan antara jual beli,talak dan memperbudakkan budak .dalam kitab lain Imam Hanafi menjelaskan bahwa paksa yang dimaksud adalah paksaan untuk kafir. Dalam hal inilah yang menjadi pegangan oleh Imam Hanafi dan pengikutnya. Artinya Madzab Hanafi sepakat bahwa paksaan tersebut tidak berlaku pada Talak. Iamam Hanafi mengemukaan pendapat bahwa talak adalah suatau tindakan yang harus diberi unsur pengajaran dan pembelajaran. Oleh karena itu, beliau berpendapat bahwa talak karena bercanda gurau maupun sungguhan adalah sama-sama terjadi.

Dijelaskan pada salah satu rukun qiyas yaitu Ashl (pokok) yang artinya suatu peristiwa yang sudah ada nashnya, seperti talak orang yang bercanda hukumnya jatuh (sah), beliau memakai hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, sebagai berikut: “Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda : Tiga hal yang apabila dikatakan dengan sungguh akan jadi dan apabila dikatakan dengan main-main akan jadi, yaitu: nikah, talak dan rujuk (kembali keistri lagi)”. Hadis di atas merupakan landasan dasar dari Imam Hanafi dan para pengikutnya mengenai sahnya talak yang dijatuhkan oleh suami yang dipaksa.

Menurut Madzhab Syafi‟i talak dapat dikatakan sah apabila dilakukan oleh suami yang berakal, baligh dan atas kehendak sendiri (mukhtar). Artinya orang yang belum mukallaf tidak sah, seperti talak anak kecil, orang gila atau tidak sadar, penderita ayan, dan orang tidur. Begitu juga talak yang dilakukan oleh bukan suami atau wakilnya juga tidak sah. Termasuk talak orang yang dipaksa tanpa alasan yang benar juga tidak sah. Misalkan seorang suami yang diancam akan dibunuh, dipotong anggota tubuhnya, dipukuli, dikecam ataupun dipukul dengan ringan sementara dia adalah orang yang terhormat dan pemukulan itu menghinakanya. Yang dimaksud dengan pemaksaan disini adalah ancaman tersebut benarbenar akan dilakukan oleh sipemaksa. 

Dipenjelasan lain Imam Syafi‟i menyebutkan bahwa al-ikrâh (paksaan) hanya ada satu macam yaitu al-ikrâh almulji’i sedangkan selain itu tidak disebut al-ikrâh, ulama Syafi‟iyah mengatakan al-ikrâh bisa terjadi dengan menakut nakuti dan ancaman yang tidak disukai dan terlarang, seperti dipukul dengan keras, dipenjara dalam waktu yang lama, atau rusaknya harta benda.

Imam Syafi‟i beserta ulama lainya (Imam Malik, Abu Daud dan Imam Ahmad) berpendapat bahwa talak orang yang dipaksa tidak sah, pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Abdullah bin Umar, Ibnu Az-Zubair, Umar bin AlKhatab, Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas ra.

Dijelaskan juga tentang pendapat sejumlah ulama yang menyebutkan tentang talak yang dijatuhkan oleh suami dalam keadaan dipaksa, seperti pendapat yang diriwayatkan oleh Umar, Ali, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan sejumlah ulama lainya termasuk Imam syafi‟i menyatakan bahwa talak orang yang dipaksa dibawah tekanan maka talaknya tidak jatuh. Landasan Madzhab Syafi‟i yang mendasari pendapat (di atas) adalah, sabda Nabi Saw :

“Dari Ibn „Abbâs dari Nabi Muhammad berkata: “Sesungguhnya Allah SWT telah mengangkat segala dosa dari umatku yang tidak sengaja berbuat, lupa dan juga dipaksa dibawah tekanan.”

  1. Talak ketika mabuk

Menurut Mazhab Maliki Talak dalam keadaan mabuk boleh-boleh saja dan sah. Dasar hukumnya merujuk pada tiga dalil. Pertama ketentuan Al-Quran yaitu Surah Al- Baqarah ayat 229 dan surah Al-Nisa ayat 43. Kedua  hadis riwayat dari Qatadah. Ketiga pendapat para tabi’in yaitu Said bin Musayyab dan Sulaiman bin Yassar. Mazhab maliki tampak tidak memiliki metode istibat dalam menetapkan hukum talak orang yang mabuk. Mazhab maliki hanya mengikuti pendapat hukum Said bin Musayyab dan Sulaiman bin Yassar (ittiba’). Menurut mazhab maliki kondisi mabuk bukan penghalang ahliyah suami dalam menceraikan istri.

Menurut mazhab hanbali, talak dalam keadaan mabuk tidak jatuh atau tidak sah. Dasar hukumnya merujuk pada tiga dalil. Pertama ketentuan surah An-nisa ayat 43. Kedua hadis riwayat dari Ali ra. Ketiga atsar sahabat ,yaitu Usman bin Affan ra,Ibnu Abbas ra, dan Ali ra. Metode istibat yang digunakann yaitu  penalaran ta’lili, yaitu dengan melihat illat hukum dalam nash syara’. Penalaran ta’lili ini lebih kepada metode qiyas, antara larangan shalat pada surah Al-Nisa ayat 43,juga berlaku sama bagi suami yang mabuk. Menurut mazhab hanbali,kondisis mabuk menjadi penghalang ahliyah suami dalam menceraikan istri.

  1. Talak main-main

            Jumhur Ulama menyatakan bahwa talak orang yang main-main ,senda gurau atau berkelakar jatuh,sebagaimana akad nikahnya sah. Dalilnya hadis Nabi SAW dan di hasankannyan,dan al-hakim yang di shahihkannyan dari Abu Hurairah ,bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ tiga perkara kesesungguhan menjadi sungguh-sungguh dan main-main menjadi sungguh-sungguh : nikah,talak,dan rujuk.” Menurut sebagaian ulama tidak jatuh talak orang yang main-main. Pendapat dari mazhab ahmad dan malik karena menurut dua mazhzb ini talak baru jatuh apabila diucapkan dengan sengaja serta mengerti apa maksudnya.

  1. Talak waktu marah

            Emosi merupakan perasaan batin yang terus menerus timbul dari hati seseorang, bukan timbul dari akal pikiran. Karena itu suatu emosi yang timbul Pada seseorang mungkin tidak menutup akal pikiran dan mungkin pula dapat menutup pikiran.  Jika seorang suami yang sedang dalam keadaan emosi yang tidak menutup pikiran menjatuhkann talak ,maka talaknya akan jatuh atau sah, dan sebaliknya jika suami yang dalam keadaan emosi yang menutup akal pikirannya,maka talaknya tidak jatuh atau tidak sah.

            Dalilnya adalah oarang yang dalam keadaan emosi yang tertutup akal pikirannya disamakan dengan ornag yang sedang mabuk. Orang yang sedang mabuk jika ia melukan perbuatan seperti shoalt mka sholatnya tidak sah, karena akal pikirannya tertutup. Dasar hukunya yaitu QS. An-Nisa ayat 43 “Hai orang-orang yang beriman ,janganlah kamu sholat,sefang kamu dalam keadaan mabuk,sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.”

            Demikian juga halnya dengan talak yang dijatuhkan suami dalam keadaan emosi yang pikirannya tertutup,maka talaknya tidak jatuh, berdasarkan hadis : “Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda: “ setiap talak (yang dijatuhkan suami ) adalah sah. Kecuali talak(suami) yang tertutup akalnya.” (HR. at-Turmuzi dan al-Bukhari,hadist ini mauquf).

  1. Talak waktu lupa

            Apabila suami memiliki riwayat penyakit lupa ingatan, maka apaibila suami mengucapkan talak dalam keadaan sakit, maka talak tersebut dianggap tidak sah.

  1. Talak ketika tidak sadarkan diri

            Dalam buku jatuhkan talakku karya Muhammad Abdul Wahab dijelaskan, pertama jika amarahnya itu mencapai puncaknya sehingga tidak sadarkan diri seperti orang gila,para ulama sepakat hukumnya tidak sah. Kedua jika amarahnya tidak sampi mengihilngkan kontrol diri sehingga apa yang dilakukannya tidak dalam keadaaan sepenuhnya ,maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Para ulama sepakat talak dalam keadaan marah adalah sah atau jatuh talak. Dalail yang menjadi landasan ii adalah Ibnu Abbas.

            Perempuan yang tidak dapat ditalak menurut pendapat para ulama

Jumhur ulama, bersepakat tentang keharaman mentalak istri yang sedang haid tnpa ridhanya. Jika suami menalaknya maka ia berdosa, talaknya sah dan ia diperintahkan untuk merujuk istrinya, berdasarkan hadist riwayat Ibnu Umar   yang disebutkan(An- Nawawi, 267). Menurut As- Shan’ani bahwa talak dalam islam terletak pada haid tidaknya seorang istri,apabila saat haid maka haram ditalak dan apabila saat suci boleh untuk ditalak.

Kesimpulan 

            Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah ikatan perkawinan hilang istri tidak lagi halal bagi suaminya dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua dari dua menjadi satu dan dari satu menjadi hilang. hak talak itu,yaitu terjadi dalam talak raj’in. tan hukumnya haram jika suami menalak istri dalam keadaan sedang haid. Dan juga ada berbagai sudut pandang mengenai talak. Menurut mazhab maliki kondisi mabuk bukan penghalang ahliyah suami dalam menceraikan istri, sedangkan Menurut mazhab hanbali, kondisis mabuk menjadi penghalang ahliyah suami dalam menceraikan istri.

Saran

Kami  berharap  agar  pembaca  memberikan  kritik  dan  saran  yang  positif  ,guna

untuk  perbaikan  essay  yang  baik  kedepannya. Untuk  para  pembuat  esay

selanjutnya   untuk   dapat   lebih   memahami isi dari essay tersebut.

(*) Putri Wulandari (Kohati Cabang Sultan Agung)


Referensi

Ade saputra, hukum talak dalam keadaan  mabuk(studi perbandingan mazhab mzliki dan mazhzb hambali)  https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/3459/ 

Redaksi muhammadiyah, https://muhammadiyah.or.id/bagaimana-hukumnya-talak-saat-emosi-/ 

Irawan septi, https://pa-sukamara.go.id/berita/artikel/445-warisan-terhadap-istri-yang-ditalak 


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top