Setelah
tiga tahun berlalu, Mega akhirnya berhasil melenyapkan ingatannya tentang Rafa.
Meskipun berat untuk diakui bahwa perasaan gersang tidak mampu untuk
ditampiknya. Mega berusaha tegar meneruskan hidup. Entah bagaimana kabar Rafa
setelah rencana pertemuan malam itu, Mega sedikitpun tidak ingin mencari tahu.
“Hei,
Meg. Apa kau baik-baik saja? Sejak tadi kamu hanya melamun sambil mengaduk-ngaduk
makananmu. Kalau kamu tidak berselera dengan makanan itu, bilang saja, tidak
usah sungkan, aku akan menggantinya dengan menu yang lain,” cemas Ilham.
“Huh. .
. Mega tidak apa-apa. Enak kok makanannya. Ini Mega makan,” balas Mega disertai
cengiran khasnya.
“Aku
sudah lama mengenalmu, Meg. Jadi, kamu tidak usah berbohong, karena sepintar
apapun kamu menutupi sesuatu, aku tetap akan bisa mengetahuinya. Jadi, katakan
apa masalahmu?”
“Ilham
sok tahu,” sinis Mega.
“Aku
akan mencoba membantu masalah kamu semampuku. Bukankah semua perkara akan lebih
mudah terselesaikan ketika dipikir dengan banyak kepala?”
“Aku
tahu masalah kamu apa, Meg. Kamu pasti masih memikirkan laki-laki itu.. Huft..
kapan kamu melihat ke arahku barang sedetik saja? Apakah kamu tidak melihat
betapa aku mencintai kamu?” bisik Ilham dalam hatinya.
“Mega
tidak apa-apa, Ilham. Sudah berapa kali Mega bilang seperti itu?”
“Oke-oke.
Maaf kalau aku terlalu mencampuri urusanmu, Meg. Kamu terus semangat ya, kalau
ada apa-apa bilang saja sama aku. Aku akan siap menolongmu.”
Ilham
adalah sosok laki-laki yang selama satu tahun belakangan ini dekat dengan Mega.
Mereka kenal karena bekerja pada satu perusahaan yang sama. Dari sana, ternyata
Ilham diam-diam menaruh rasa kepada Mega. Meskipun demikian, eksistensi Ilham
ternyata belum mampu menggantikan peran Rafa terutama dalam mengusir
kegersangan hati Mega. Syukurlah, setidaknya dengan hadirnya Ilham, Mega
menjadi semakin cepat melupakan Rafa.
***
Namun,
apa yang terjadi ternyata tidak semudah apa yang Mega duga. Tiga tahun sejak
kejadian malam di kafe, eksistensi Rafa ternyata tidak sepenuhnya menghilang.
Wujud Rafa tiada, tetapi semangat dan penggalan-penggalan memori tentangnya
selalu mengalir dalam sanubari Mega. Bertahun-tahun sudah Mega mencari cara
untuk melenyapkan bayang Rafa dalam hidupnya, tetapi sepertinya semesta enggan
berpihak kepadanya.
Baca
Juga Hadiah di Ulang Tahun Ka Marwah
“Mangga
beli es dawet, Neng. Enak, murah, lima ribu udah bikin tenggorokan suweeger..”
tawar seorang penjaja minuman kepada Mega.
“Aduh,
maaf ya, Mas. Lain kali saja,” tolak Mega halus.
“owh, ya
sudah.”
Lalu
lalang kendaraan nampak di depan Mega. Kini, Mega tengah berada di samping
jalan dekat jalan Simpang Lima Kota. Ia sedang menunggu kehadiran temannya
untuk bertemu. Beberapa puluh menit berjalan tanpa kepastian. Teman yang Mega
tunggu tidak kunjung datang. Akhirnya, Mega menyerah dan mulai melangkahkan
kaki untuk pulang. Namun, alangkah terkejutnya Ia tatkala mendengar suara
berdebum besar diiringi suara pekikan orang-orang di sekitarnya. Sebuah
kerumunan di tengah jalan mulai semakin membesar. Mega menjadi semakin
penasaran ada gerangan apa, sehingga membuat orang beramai-ramai berkumpul.
Mega pun mendekat ke kerumunan itu.
Semakin
dekat dengan lokasi kejadian, jejak kaki Mega kian membesar. Disertai rasa
penasaran yang hebat, Mega menyibak lautan manusia. Dan alangkah terkejutnya
ia. Orang yang selama ini berusaha Mega lupa, orang yang sempat mengisi hati
Mega, orang yang menorehkan luka di hati Mega, kini berada di hadapan Mega. Naas,
kondisinya sangat tragis. Mega pun tidak kuasa membendung rasa rindu, sedih,
haru, sakit hati menjadi satu. Di satu sisi, Ia merasa senang karena dapat
berjumpa kembali dengan sosok yang masih Ia cinta, tetapi di sisi lain Mega
menyayangkan, kenapa harus berada dalam situasi yang memilukan.
“Din..
Dinn Dinda Megaa,” parau Rafa memanggil Mega.
Mega
yang sebelumnya hanya termenung dalam keterkejutan, kini menatap Rafa
lekat-lekat. Ia menghiraukan pandangan dan cuitan orang-orang disekelilingnya.
Rafa kini nampak berbaring tidak berdaya di samping sebuah motor yang hampir
tidak berbentuk.
Baca
Juga Mayday on Unexpected Day
“Akhirnya
kita berjumpa kembali. Aku sangat merindukanmu, Dinda. Uhuk, huk” cakap Rafa
dengan darah di sekujur tubuhnya.
“Maaf,
aku belum sempat mewujudkan keinginan dan mimpi kita berdua. Huk, uhuk”
“Dinda
tolong ikhlaskan aku karena aku tidak bisa membersamaimu. Aku punya tujuan atas
tindakanku itu.” ucap Rafa seraya mengerluarkan sesuatu dari dalam saku
bajunya.
“Ini
untukmu. Sudah lama aku menyiapkannya tanpa tahu kapan bisa memberikan untukmu.
Dan sekarang akhirnya aku bisa menyerahkannya,” sengal Rafa.
Seketika
riuh orang-orang disekitar Mega mengudara. Mereka ikut hanyut dengan apa yang
laki-laki sekarat lakukan di hadapan mereka.
Mega
lalu menerima uluran tangan Rafa. Mega merasa terharu karena apa yang dahulu
pernah menjadi bunga tidurnya, kini benar-benar menjadi nyata. Namun sayang,
momen dan kondisi ini menghancurkan ekspektasi Mega. Jika ditanya, Mega malah
akan memilih Rafa yang sehat lagi, Rafa yang tidak dengan kondisi seperti ini.
Jujur, Mega menyesal karena dahulu tidak berusaha mencari keberadaan Rafa, dan
sedemikian acuhnya Mega melenyapkan kenangan indah ketika bersamanya. Andai
waktu bisa diputar, Mega sungguh sangat ingin masuk menyusurinya, memperbaiki
apa yang telah terjadi diantara dia dengan Rafa.
***
Semburat
jingga mulai menyelimuti langit angkasa, pertanda petang akan segera tiba.
Sekawanan burung nampak berlalu lalang di atas pantai Karimunjawa. Nyiur pohon
kelapa melambai-lambai berirama mengiringi tenggelamnya matahari senja. Tepat
di atas bongkahan batu karang raksasa, ada perempuan yang tengah beradu dengan
takdirnya. Berjuta gelisah tanda tanya memenuhi otaknya.
“Jadi,
ini alasannya kenapa Rafa dahulu enggan berjanji kepada Mega?” hela Mega.
Perempuan
dengan balutan scraf itu tengah menggenggam sebuah surat. Ia nampak berpikir
keras mencari sebuah jawaban. Iya,
perempuan itu tidak lain adalah Mega. Mega dengan kepahitan masa lalu berusaha
untuk berdamai dengan semua dan memaafkan kesalahan-kesalahan dirinya. Namun,
rasa penyesalan kerap kali hadir tanpa undangan melingkupi hati Mega. Hati yang
sebelumnya gersang, kini bertambah gersang karena sosok penyejuknya telah
tiada. Pertanyaan kenapa dan kenapa tidak mau lepas dari benaknya. Mega
benar-benar dirundung kecewa dan lara.
Baca
Juga Separuh Jiwa yang Baru
Sepucuk
surat yang kini berada ditangan Mega adalah surat hasil pemberian Rafa tepat
sebelum Ia tiada karena insiden di jalan beberapa bulan silam. Dari surat itu, terkuaklah rahasia
Rafa yang Mega tidak mengetahuinya. Selama ini, ternyata Mega salah persepsi
tentang Rafa. Kejadian di Café klasik yang menjadi sumbu penyulut renggang hubungan
mereka berdua ternyata tidak benar. Perempuan yang bersama Rafa adalah sepupu
jauh Rafa dari Kanada namanya Elena. Sebenarnya Rafa juga baru mengetahui bahwa
Ia masih mempunyai sepupu jauh karena orang tua Rafa pun tidak pernah membahas
Elena.
Malam
itu, Elena dengan segala budaya baratnya tiba-tiba melakukan tindakan kepada
Rafa yang bagi masyarakat Indonesia kurang senonoh. Rafa tidak mampu berkutik
akan tindakan tersebut, karena Elena melakukan hal itu tanpa sepengetahuan
Rafa. Namun sayangnya, Mega melihat adegan tersebut dan langsung menarik
kesimpulan tanpa bertanya kepada Rafa. Di titik itulah, Mega merasa
sangat-sangat menyesal.
Apalagi
persepsi tentang ketiadaan eksistensi Rafa ternyata tidak benar. Sebab,
nyatanya Rafa selalu disamping Mega, hanya saja Mega tidak menyadarinya. Iya,
Rafa selama ini selalu mengawasi Mega dari jarak yang jauh. Laiknya elang yang
mengintai mangsanya, Rafa tidak pernah luput mengawasi Mega, mengamati
gerak-gerik Mega, apa yang Mega lakukan dan sebagainya.
Namun
apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Semesta pun sudah menunjukkan epilognya.
Bersamaan dengan senja sore penutup bulan Juni, Mega hanya bisa berdo’a agar
Rafa dapat tenang di pangkuan Tuhan. Mega dan segala kegersangan hatinya,
semoga kuat menghadapi semua. Semoga saja.
The end.
. .