Keluarga dan Fungsinya

Kohati Semarang
0

Pendahuluan

Keberhasilan atau kegagalan keluarga menjalankan fungsi dapat kita pahami dari realitas atau kenyataan sosial yang terjadi. Kenyataan itu merupakan wujud dan hasil dari tindakan sosial individu-individu (unsur) keluarga. Pemahaman lebih lanjut dari tindakan sosial tersebut bisa juga ditelusuri maknanya dari hal-hal atau segala sesuatu dibalik tindakan. Hal-hal tersebut berupa nilai sosial, kepercayaan, sikap, dan tujuan, yang semuanya itu menjadi penuntun tindakan seorang individu atas nama dirinya sendiri maupun keluarga dalam mewujudkan cita-cita atau sebaliknya gagal mencapai yang diinginkan. Contohnya, pecahnya satuan keluarga inti karena perceraian, antara lain dapat dijelaskan dari lemahnya sendi-sendi hubungan sosial anggota keluarga (suami istri) karena saling curiga (rentannya kepercayaan) yang tidak dapat dikendalikan, dan sebagainya. 

Seluruh pemikiran mengenai studi kemasyarakatan dan keluarga yang berkembang di Eropa telah meletakkan dasar bagi perkembangan pemikiran selanjutnya. Jasa besar para pemikir tersebut mendorong tumbuh dan berkembangnya pemikiran sosiologis serta mengkondisikan lahirnya berbagai pendekatan baru dalam mempelajari masyarakat dan keluarga; hal ini memiliki arti penting bagi perkembangan studi Sosiologi dan Sosiologi Keluarga ke depan. Pemikiran-pemikiran tersebut juga mengantar dan mengenalkan kita dalam mempelajari masyarakat dan keluarga. Kita mendapatkan substansi pokok dan arah tentang apa, ke arah mana dan mengapa mempelajari sosiologi keluarga. Namun, ada baiknya kita teruskan pembelajaran ini dengan memahami terlebih dulu tentang pengertian keluarga, sebelum berlanjut pada Sosiologi Keluarga. Pengertian mengenai keluarga memiliki padanan istilah dan kata yang artinya sama atau hampir sama dan bahkan berbeda. 

Mari kita coba perhatikan pengertian mengenai keluarga berikut ini. Keluarga ialah satu kumpulan manusia yang dihubungkan dan dipertemukan melalui pertalian/hubungan darah, perkawinan atau melalui adopsi (pengambilan) anak angkat. Di Barat (negara-negara industri Eropa dan Amerika Utara) yang masyarakatnya hidup dan bekerja di bidang industri maka keluarga didefinisikan sebagai satu satuan sosial terkecil yang mempunyai hubungan darah atau memiliki pertalian hubungan sah melalui perkawinan, pengambilan anak angkat dan sebagainya. Secara umum, keluarga inti yang kita kenal, memiliki komposisi unsur yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. Hubungan-hubungan sosial keluarga berlangsung intim berdasarkan ikatan perasaan dan batin yang kuat, di mana orang tua berperan mengawasi serta memotivasi untuk mengembangkan tanggung jawab sosial dalam keluarga dan masyarakat. 

Pengertian “hubungan darah” pada keluarga masyarakat nonbarat atau masyarakat negara berkembang mempunyai makna yang lebih luas dari masyarakat barat. Misalnya, konsep Keluarga Besar yang dimaksudkan adalah keluarga luas, contohnya keluarga besar Hardjotarunan (misalnya keluarga-keluarga keturunan sampai generasi ke-tiga dari Hardjotaruna) di Jakarta, keluarga besar (kerabat) Mangkunegaran di Jakarta.

UNESCO mendefinisikan keluarga sebagai satu institusi biososial yang terbentuk oleh sedikitnya dua orang dewasa laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki hubungan darah, tetapi terikat tali perkawinan, dengan atau tanpa/belum memiliki anak. Sedikitnya keluarga berfungsi memenuhi dan memuaskan kebutuhan lahir dan batin, termasuk kebutuhan seksual.

Pembahasan

  1. Fungsi Agama

Dalam kamus Bahasa Indonesia, agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia dan lingkungannya.

Fungsi religius keluarga adalah usaha-usaha dalam memberikan pengalaman kegiatan keagamaan Islam yang dilakukan oleh orang tua dan anggota keluarga lain yang berperan sebagai orang tua kepada anak dan anggota keluarga lain di dalam keluarga. Melalui elemen aktifitas keagamaan, keluarga menanamkan ajaran dan nilai-nilai hidup yang bersumber dari ajaran Islam kepada anak-anaknya dan anggota lainnya. Memperkenalkan tentang keberadaan Tuhan dan tata cara beribadah keseharian, misalnya mengerjakan Salat, Puasa dan norma-norma Islam lainnya. Fungsi kegamaan dalam keluarga adalah tugas yang harus dilaksanakan dalam keluarga untuk mewujudkan pelaksanaan kegiatan keagamaan.

  1. Fungsi Biologis dan Reproduksi

Secara psokologis, ketertarikan dan rasa menyintai laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya merupakan realitas naluri seksual pada setiap orang. Gairah seksual seseorang disebut libido. Kebutuhan seks atau libido tersebut terwujud dalam berbagai aktifitas dan perilaku seksual dari yang paling sederhana hingga koitus. Sistem norma sosial yang mengatur aktifitas relasi suami-isteri tersebut, terbentuk dalam institusi keluarga. 

Keluarga berfungsi sebagai lembaga yang melegalisasi segala aktifitas seks secara biologis antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami dan isteri. Implikasi fungsi ini adalah eksistensi norma sosial dan humanitas seksual dalam keluarga sehingga terhindar dari penyaluran seks secara bebas. Agama menganjurkan dan menjelaskan bahwa seks, cinta, dan kasih antara suami dan isteri dapat menimbulkan kecenderungan yang mendalam yang berlangsung dalam waktu lama, dan berimplikasi terhadap timbulnya ketenteraman dan ketenangan jiwa dalam kehidupan rumah tangga.

Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, hubungan suami isteri dalam perkawinan sebagai dua kualitas pokok yaitu mawaddah waraḥmah. Mawaddah yang bisa diartikan sebagai rasa cinta (birahi, persahabatan, pertemanan), Adapun raḥmah memiliki pengertian (pengertian, kedamaian, toleransi, dan saling memaafkan), dalam tujuan menyeluruh berupa kualitas ketenteraman. Keluarga yang tenteram, di dalamnya terdapat rasa kasih sayang dan menjadi wahana bagi pengaturan dan pengorganisasian usaha menyalurkan seksual antara suami dan isteri dan sebagai upaya pemenuhan salah satu kebutuhan hidup. 

Keluarga berfungsi untuk mengatur penyaluran kebutuhan seks manusia. Tidak ada masyarakat yang membolehkan hubungan seks sebebas-bebasnya antara siapa saja dalam masyarakat meski penyalurannya dapat dilakukan di luar ikatan suami-isteri. Upaya untuk memenuhi kebutuhan seks tersebut dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya dengan seks yang dapat menimbulkan adanya kehamilan dan kelahiran anak (prokreasi) dan rekreasi, yaitu seks tanpa mendapatkan anak, misalnya kontrasepsi, abortus dan teknik lainnya.

Kebutuhan seksual suami-isteri dalam bentuk persetubuhan atau sex acts, yang berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, bertujuan untuk memiliki anak (sex as procreational), kedua, bertujuan untuk sekedar mencari kesenangan (just for fun atau sex as recreational), dan ketiga bertujuan sebagai bentuk ungkapan penyatuan rasa cinta dan rasa lainnya (sex as relational).

  1. Fungsi Afeksi dan Kasih Sayang

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah rasa kasih dan sayang atau mencintai dan dicintai. Oleh karena itu, dalam keluarga terdapat sumber kasih sayang tersebut, dan berimplikasi terhadap upaya perlindungan terhadap anggota keluarga, khususnya dalam perlindungan psikologis. Dalam konteks tersebut keluarga berfungsi sebagai sumber kasih sayang (afeksi). 

Salah satu fungsi keluarga adalah dukungan emosi atau pemeliharaan, yakni keluarga memberikan pengalaman interksi sosial yang pertama bagi anak. Interaksi yang terjadi bersifat mendalam, mengasuh (dengan kasih sayang), dan berdaya tahan sehingga memberikan rasa aman pada anak. Dalam perspektif Islam, keluarga, selain merupakan realitas afeksi pasangan suami-isteri, juga berperan dalam memberikan pendidikan akhlak untuk perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial.

Secara naluri manusia, perasaan lembut merupakan bentuk dari belas kasih dan cinta kasih yang ada pada setiap orang, dan terwujud dalam realitas memberi dan menerima kasih sayang. Dalam hal tersebut, keluarga merupakan lembaga prima dalam mewujudkan dan mengelola kasih sayang antar anggota dalam keluarga, dan utamanya, cinta kasih pada seorang anak. Mengingat pentingnya peran dan fungsi kasih sayang, maka kurangnya intensitas kasih sayang kepada anak, dapat mengakibatkan anak berkembang menjadi penyimpang dan menderita gangguan kesehatan. Bahkan fenomena kenakalan yang serius adalah salah satu indikasi dari anak yang sama sekali tidak pernah mendapatkan perhatian atau kasih sayang dari keluarganya. 

Konsep teori sosial tentang keberfungsian afeksi dalam pembentukan kepribadian anak, lebih dapat dianalisa dengan pendekatan psikologis. Namun dalam studi ini menganalisa peran orang tua (keluarga) dalam memberikan kasih sayang kepada anak-anak dan anggota keluarga lainnya, akan dianalisis dengan pendekatan sosial. Sebuah pendekatan dengan lebih memperhatikan efek gejala sosial yang timbul dari dinamika kasih sayang orang tua kepada anak.

  1. Fungsi Protektif (Perlindungan)

Keluarga menjadi lembaga yang bertugas memberikan perlindungan dan keamanan kepada anggotanya dari ancaman fisik, psikologis, ekonomis dan sosial. Keamanan, ketentraman, ketenangan dan kenyamanan hidup dalam keluarga adalah menjadi bagian dari tujuan institusi tersebut, misalnya harus dipenuhinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan yang memadai. Keluarga memberikan perlindungan kepada seluruh anggota keluarga dari berbagai bahaya yang dialami oleh suatu keluarga, baik perlindungan fisik maupun yang bersifat kejiwaan. Orang tua bertanggungjawab atas  terlaksananya fungsi tersebut. 

Kegagalan memenuhi fungsi proteksi akan berakibat pada timbulnya permasalahan yang dapat mengganggu keseimbangan dalam keluarga tersebut (dis-equilibrium). Salah satu implikasi fungsi perlindungan keluarga adalah menjalankan memenuhi kebutuhan (fungsi) ekonomis, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi, yang merupakan bentuk fungsi perlindungan dan jaminan kehidupan. Fungsi perlindungan dalam keluarga adalah melingkupi semua aktifitas upaya yang dilakukan oleh orang tua atau anggota keluarga yang berperan sebagai orang tua terhadap anggota keluarga lain dalam bentuk usaha untum mempertahankan keberadaan kehidupan keluarga, baik secara kuantitas maupun kualitas, fisik jasmani, psikologis, spiritual, sosial.

  1. Fungsi Pendidikan

Fakta bahwa anak lahir dari hasil struktur sosial, dirinya sebagai individu yang hidup di tengah masyarakat, dan akan melakukan proses sosialisasi. Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses pembudayaan (enkulturasi) nilai-nilai dari generasi ke generasi yang dilakukan melalui proses pembelajaran dan pendidikan. Proses ini lebih dekat dengan upaya transformasi pengetahuan tentang kehidupan dunia luar individu yang berkembang di masyarakat melalui proses pembelajaran dan partisipasi sosial. Dengan sosialisasi individu memiliki moral atau akhlak yang identik dengan kehidupan sosial dimana ia berada. Sosialisasi yang pertama dilakukan oleh anak adalah tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh orang tuanya di dalam keluarga.

Di dalam keluarga, seorang anak untuk pertama kali berinteraksi, bersosialisasi dan menginternalisasi nilai-nilai dalam proses pembentukan kepribadiannya. Peran keluarga dalam melaksanakan fungsi sosialisasi, sangat komplek agar dapat mengantarkan anak ke dalam sistem sosial masyarakat dimana ia berada. Sosialisasi bertujuan agar anak bisa diterima dan dapat hidup bersama masyarakat, bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Tanpa sosialisasi individu dalam masyarakat maka kehidupan masyarakat akan stagnan dan berhenti pada generasi sosial tertentu saja. 

Berdasarkan beberapa definisi di atas, sosialisasi dapat diartikan sebagai proses pendidikan dan pengajaran. Sebagai upaya transformasi nilainilai dalam rangka mengembangkan potensi seseorang anak sebagaimana keadaan makro masyarakat. Dalam hal mendidik dan mengembangkan peribadi anak dalam keluarga, terdapat beberapa potensi anak yang harus difahami oleh setiap orang tua sebagai dasar proses pendidikan dari pralahir hingga kelahirannya. Dengan demikian anak dapat beradaptasi, diterima, berinteraksi, berkompetisi, dan melakukan kegiatan sosial budaya lainnya di dalam masyarakat lingkungan sosialnya.

  1. Fungsi Sosialisasi

Pada awal kehidupan manusia biasanya agen sosialisasi terdiri atas orang tua dan saudara kandung. Pada masyarakat yang mengenal sistem keluarga luas (extended familiy), agen sosialisasi bisa berjumlah lebih banyak dan dapat mencakup pula nenek, kakek, paman, bibi dan sebagainya.

Pada sistem komunis yang dijumpai di Republik Rakyat Tiongkok atau berbagai negara Eropa Timur sebelum runtuhnya Uni Soviet, pada sistem Kibbutz di Israel, atau pada sistem penitipan anak dalam hal kedua orang tua bekerja, sosialisasi terhadap anak di bawah usia lima tahun mungkin dilakukan pula oleh orang lain yang sama sekali bukan kerabat seperti tetangga, baby sitter, pekerja sosial, petugas tempat penitipan anak dan sebagainya. Di kalangan lapisan menengah dan atas dalam masyarakat perkotaan kita, seringkali  pembantu rumah tangga pun sering memegang peran penting sebagai agen sosialisasi anak, setidak-tidaknya pada tahap -tahap awal.

Getrude Jaeger (1977) mengemukakakn bahwa peran agen sosialisasi pada tahap awal, terutama orang tua, sangat penting. Sang anak (khususnya pada masyarakat modern Barat) sangat bergantung pada orang tua dan apa yang terjadi antara orang tua dan anak pada tahap ini jarang diketahui orang luar.

Dengan demikian, anak tidak terlindung terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang sering dilakukan orang tua terhadap mereka seperti penganiayaan (child abuse),  perkosaan dan sebagainya. Dalam media massa, kita pun berulang kali membaca mengenai kesewenang-wenangan yang dilakukan orang tua masyarakat kita terhadap anak-anak mereka, yang dalam beberapa kasus mengakibatkan kematian si anak.

Arti penting agen sosialisasi pertama pun terletak pada pentingnya kemampuan yang diajarkan pada tahap ini. Untuk dapat berinteraksi dengan significant others, pada tahap ini seorang bayi belajar berkomunikasi secara verbal dan nonverbal; Ia mulai berkomunikasi bukan saja melalui pendengaran  dan penglihatan tetapi juga melalui panca indra lain, terutama sentuhan fisik.

Kemampuan berbahasa ditawarkan pada tahap ini. Sang anak mulai mempunyai diri dan mulai memasuki play stage dalam proses pengambialn peran orang lain. Ia mulai mengidentifikasikan diri sebagai anak laki-laki atau anak perempuan. Banyak ahli berpendapat bahwa kemampuan-kemampuan tertentu hanya dapat diajarkan pada periode tertentu saja dalam perkembangan fisik seseorang; artinya, proses sosialisasi akan gagal bilamana dilaksanakan terlambat atau terlalu dini.

  1. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan salah satu fungsi dalam upaya memelihara kelangsungan kehidupan keluarga. Faktor dasar fungsi ini adalah upaya mempertahankan hidup (survive) baik secara individu, kolektif maupun institusi. Kegiatan yang dilaksanakan dalam fungsi ekonomis adalah aktifitas memproduksi, mendistribusi dan mengkonsumsi. Fungsi ekonomis menciptakan upaya pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari bagi anggota keluarganya dan menciptakan keseimbangan ketiga domain tersebut. Fungsi ekonomi juga disebut sebagai fungsi yang menciptakan unit produksi, karena keluarga bertindak sebagai unit yang terkordinir dalam produksi ekonomi dan berimplikasi pada terciptanya hubungan keluarga dalam sistem tata kerja.

Secara teori, fungsi ekonomis keluarga adalah :

“Urusan-urusan pokok untuk mendapatkan suatu kehidupan, dijadikannya keluarga sebagai unit-unit produksi yang seringkali mengadakan pembagian kerja di antara anggotanya. Keluarga bertindak sebagai unit yang terkoordinir dalam produksi ekonomi. Hal ini dapat menimbulkan adanya industri-industri rumah dimana semua anggota keluarga terlibat di dalam kegiatan pekerjaan atau mata pencaharian yang sama. Dengan adanya fungsi ekonomi maka hubungan di antara anggota keluarga bukan hanya sekedar hubungan yang dilandasi kepentingan untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi juga memandang keluarga sebagai sistem hubungan kerja. Suami tidak hanya sebagai kepala rumah tangga, tetapi juga sebagai kepala dalam bekerja. Hubungan suami isteri dan anak-anak dapat dipandang sebagai teman sekerja yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kepentingan dalam kerja sama”.

Menurut Kamanto, fungsi ekonomi merupakan bentuk kegiatan lain sebagai akibat dari aplikasi fungsi afeksi atau pemberian kasih sayang.

  1. Fungsi Sosial Budaya

Manusia adalah makhluk sosial, yang membutuhkan orang lain dan juga berinteraksi dengan orang lain. Setiap keluarga tinggal pada suatu daerah dengan kebudayaan sendiri. Keluarga sebagai bagian masyarakat diharapkan mampu mempertahankan dan mengembangkan sosial budaya setempat. Selain itu juga mampu menanamkan rasa memiliki terhadap budaya daerahnya sehingga mampu menghargai perbedaan budaya.

Ada tujuh nilai dasar fungsi sosial budaya yang mesti ditanamkan dalam keluarga. Pertama, Gotong royong, melaksanakan suatu pekerjaan bersama-sama didasarkan pada kekeluargaan. Kedua, Sopan santun, prilaku seseorang sesuai dengan norma sosial dan budaya setempat. Ketiga, Kerukunan, hidup berdampingan dalam keberagaman secara damai. Keempat, Peduli, mendalami perasaan dan pengalaman orang lain. Kelima, Kebersamaan, adanya perasaan bersatu, sependapat. Keenam, Toleransi, menghargai. Ketujuh, Kebangsaan, menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.

Kesimpulan

Keluarga adalah institusi sosial dimasyarakat yang mempunyai prinsip sama dengan kehhidupan sosial di masyarakat dan mempunyai berbagai keregama sehingga menjadi sebuah struktur terkecil di dalam kehidupan masyarakat. Keluarga mempunyai bentuk-bentuk struktur kekeluargaan yang terdiri dari keluarga inti, keluarga besar, dan keluarga poligamis. Tidak terlepas dari bagian terkecil struktur dan institusi yang berada, keluarga memiliki peran yang penting di dalam sebuah struktur besar yang kemudian dari setiap anggota keluarga berperan di dalam penyimbangan struktur masyarakat. Selain itu memiliki sebuah peran, struktur keluarga juga memiliki fungsi-fungsi dan dinamika struktur di dalam sebuah institusi keluarga.

*** Mohammad Nayaka Rama Yoga (HMI Cabang Semarang)


Daftar Pustaka

‘Abd Al-Rahim ‘Umran. 1997. Islam dan KB. Jakarta: Lentera Basritama.

Atibi, Ukasyah. 2001. Wanita, Mengapa Merosot Akhlaknya. Jakarta:Gema Insani Press.

Buku Diklat Pengelolaan PIK-R. 2012. Jakarta:Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional Direktorat Bina Ketahanan Remaja.

Danandjaya, James. 1998. Antropologi Psikologi, teori, metode dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta:Rajawali Pers.

Hery Noer Aly dan Munzier S. 2000. Watak Pendidikan Islam. Jakarta:Priska Agung Insani.

Marzuki, Umar. 1997. Seks dan Kita. Jakarta:Ford Foundation.

Narwoko dan Suyanto. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Rudi Gunawan, FX. 2000. Mendobrak Tabu Sex, Kebudayaan dan Kebejatan Manusia. Yogyakarta: Galang Press.

Williem Master, dkk. 1992. Human Sexuality. New York:Harper Collins Publisher.

https://www.unesco.org/en 

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/agama 


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top