Pendidikan memiliki peran yang
akseleratif dalam pembangunan bangsa. Beragam kajian di banyak negara
memperlihatkan kuatnya hubungan pendidikan dengan tingkat perkembangan bangsa
tersebut dalam beragam indikator ekonomi dan sosial budaya. Pendidikan yang bermutu,
beragam dan relevan dengan kebutuhan masyarakat mampu memfasilitasi kemajuan
peradaban.
Fungsi pendidikan setidaknya
mampu membebaskan masyarakat dari belenggu mendasar, yaitu buta huruf.
Pendidikan berusaha mengenalkan huruf, kata, kalimat, susunan kalimat yang
terangkai dalam narasi, pendidikan menyampaikan informasi-informasi keilmuan
sehingga memberikan wawasan yang luas serta memberikan motivasi untuk maju dan
bangkit dari keterbelakangan.
Pendidikan di Indonesia,
diharapkan mampu membangun integritas kepribadian manusia di Indonesia. UU RI
No 20 pasal 3 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan Nasional menegaskan:
“Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap,
kriatif, mendiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Permasalahan pendidikan di
Indonesia yang cukup besar khususnya dalam menciptakan kualitas SDM yang mampu
bersaing di era global yang kompetitif. Permasalahan ini diakibatkan rendahnya
kualitas output hingga kerusakan moral sebab gagalnya pendidikan dalam
membangun nilai-nilai yang semestinya. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia
yang terkesan tidak konsisten senantiasa berubah-ubah, membuat rumit
pengambilan kebijakan dalam upaya pembangunan pendidikan.
Buruknya sistem pendidikan yang
ada berdampak pada krisis multidimensional. Krisis yang telah menimpa berbagai
aspek kehidupan yang begitu kompleks, baik dalam ekonomi, hukum, sosial,
politik, kebudayaan dan sebagainya. Rasanya Indonesia seperti menghadapi benang
kusut yang sulit diluruskan kembali. Sebab itulah sebuah reformasi yang
menyeluruh harus segera dilakukan.
Reformasi keseluruhan dalam aspek
kehidupan bangsa berarti pula reformasi dari seluruh masyarakat Indonesia. Pada
hakikatnya krisis dan reformasi berhubungan dengan output pendidikan. Oleh
karena itu, muncul presepsi bahwa krisis multidimesi yang menyebabkan Indonesia
terpuruk adalah kegagalan dari proses pendidikan. Pendidikan di Indonesia hanya
melahirkan orang-orang berpengetahuan dan terampil, tapi tidak disertai
penanaman nilai-nilai moral dan agama sehingga mudah melakukan tindakan
bertentangan dan penyalahgunaan kewenangan seperti korupsi dan sebagainya.
Proses pendidikan tidak hanya
terjadi di lingkungan sekolah, tapi terjadi dalam seluruh aspek kehidupan
masyarakat, baik dalam keluarga, maupun bernegara dengan baragam aspek politik
maupun ekonomi dan hukum. Demikian, penanggunalangan krisis yang terjadi pada
masyarakat dan reformasi merupakan program yang sangat esensial untuk
pembangunan sistem pendidikan.
Ironis jika dalam proses
pembelajaran di sekolah mengajarkan nilai-nilai moral, agama, kejujuran,
perdamaian, sopan santun, sementara di luar sekolah dihadapkan dengan
tindakan-tindakan kriminal. Tidak ada sinkronisasi mengenai apa yang diajarkan
di sekolah dan yang disuguhkan pada realita. Sejalan dengan keberhasilan yang
diraih tidak ada nilai luhur yang berkembang.
Dalam bidang politik, demokrasi
yang menjamin pluralitas atau kemajemukan kehidupan berbangsa dan bernegara
telah dimatikan. Budaya dialog dan tukar pikir semakin punah, sehingga usaha
menyelesaikan persoalan diganti dengan intruksi dan kebijakan dari penguasa.
Terciptalah masyarakat yang apatis, tidak kreatif dan inovatif dan berpikir
prosedural yang digrogoti kehidupan korupsi, kolusi dan nepotisme. Kehidupan
demokrasi kini berganti dengan kehidupan kekuasaan, di mana prinsip supremasi
hukum berganti dengan supremasi kekuasaan.
Dalam bidang ekonomi semakin
terlihat jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin. Pertumbuhan ekonomi yang
meningkat pesat hanya menguntungkan elemen yang dekat dengan penguasa. Rakyat
yang seharusnya menjadi pusat perkembangan ekonomi malah menjadi alat, bukan
subjek yang menolong dirinya sendiri sesuai harkat dan martabatnya. Bidang
ekonomi yang berkenaan dengan rakyat, seperti pertanian, perikanan dan
perkebunan ditelantarkan begitu saja. Semuanya penuh rekayasa dan simbolistik.
Tidak ada orientasi mendasar pada bidang ekonomi kerakyatan sehingga pemiskinan
semakin cepat dan berlangsung sistematis.
Dalam hukum, low eforcement
telah luntur karna hukum tidak berlaku pagi segolongan penguasa. Lembaga hukum
yang ditempeli virus mafia peradilan sehingga yang kuatlah yang menang.
Undang-undang yang tidak transparan dan mampu dibarter dengan uang.
Indonesia yang memiliki ribuan
pulau dan sumber daya alam yang melimpah, tapi tak mampu memberikan
kesejahteraan bagi masyarakatnya. Segala permasalahan krusial pada bangsa ini
tak bisa dibiarkan berlarut. Reformasi pada bidang pendidikan sebagai pondasi
membangun kemajuan peradaban harus segera dituntaskan.
*Oleh: Widya Listrina (Fungsionaris Kohati HMI Cabang Semarang)